Pada usia 3-4 tahun, anak-anak masih berada pada tahap perkembangan di mana mereka cenderung egosentris—fokus pada kebutuhan dan keinginan sendiri—sehingga mereka memiliki keterbatasan dalam memahami dan merespons perasaan orang lain. Meski empati mulai berkembang, kemampuan mereka untuk mengenali dan menghargai perasaan orang lain masih terbatas. Namun, kemampuan ini penting untuk kehidupan sosial mereka dan dapat dikembangkan dengan bimbingan dan contoh dari orang tua serta guru (Hoffman, 2000).
Berikut solusi mengatasi kesulitan memahami perasaan orang lain pada anak usia 3-4 tahun:
a. Gunakan Bahasa Emosi untuk Mengajarkan Perasaan
Ajak anak mengenal berbagai jenis emosi, seperti senang, sedih, marah, atau takut. Misalnya, saat melihat ekspresi tertentu pada orang lain, katakan, “Lihat, temannya sedih karena mainannya rusak.” Penggunaan bahasa emosi ini membantu anak mengenali dan memahami perasaan orang lain.
b. Ajarkan Empati Melalui Cerita atau Buku Bergambar
Bacakan cerita yang memiliki karakter dengan berbagai emosi dan perasaan. Ajak anak berdiskusi, “Bagaimana perasaan tokoh ini?” atau “Kalau kamu di situasi ini, bagaimana perasaanmu?” Cerita dapat membantu anak untuk memahami bagaimana orang lain merasakan sesuatu dan mendorong mereka untuk berpikir dari sudut pandang orang lain.
c. Libatkan Anak dalam Bermain Peran
Bermain peran membantu anak memahami perasaan orang lain dengan menempatkan diri dalam situasi berbeda. Misalnya, buat skenario di mana anak berpura-pura menjadi teman yang membutuhkan bantuan atau menjadi orang yang merasa sedih. Melalui bermain peran, anak belajar untuk merasakan dan memahami perasaan yang mungkin dialami orang lain.
d. Gunakan Situasi Sehari-hari untuk Mengajarkan Empati
Manfaatkan situasi sehari-hari untuk mengajarkan empati. Misalnya, jika ada teman yang menangis, ajak anak mendekati teman tersebut dan tanyakan, “Bagaimana kita bisa membantu teman kita yang sedang sedih?” Pembelajaran langsung seperti ini membantu anak untuk memahami pentingnya merespons perasaan orang lain dengan sikap peduli.
e. Berikan Contoh Empati dalam Interaksi Sehari-hari
Anak-anak belajar dari perilaku orang dewasa di sekitarnya. Jadi, tunjukkan empati kepada anak dan orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, katakan, “Ibu tahu kamu merasa kecewa. Ibu juga merasa sedih kalau mainan hilang.” Dengan contoh langsung, anak akan melihat bagaimana empati diekspresikan dan belajar untuk meniru.
f. Beri Pujian saat Anak Menunjukkan Empati
Ketika anak menunjukkan tanda-tanda empati, berikan pujian untuk memperkuat perilaku tersebut. Misalnya, jika anak berbagi mainan dengan teman yang sedih, katakan, “Kamu baik sekali sudah berbagi mainan dengan teman.” Penguatan positif ini membuat anak merasa bangga dan terdorong untuk berempati di kesempatan berikutnya.
g. Ajarkan untuk Mengenali Ekspresi Wajah dan Bahasa Tubuh
Ajak anak mengamati ekspresi wajah dan bahasa tubuh untuk mengenali perasaan orang lain. Misalnya, katakan, “Kalau bibir temannya menurun seperti ini, mungkin dia sedang sedih.” Latihan ini membantu anak menyadari bahwa perasaan dapat terlihat melalui ekspresi dan gerakan tubuh.
h. Bantu Anak Memahami Dampak Perilakunya pada Orang Lain
Jika anak melakukan tindakan yang mungkin menyakiti perasaan orang lain, ajak mereka untuk memahami dampaknya. Misalnya, jika mereka merebut mainan teman, katakan, “Kalau mainanmu direbut, kamu juga akan merasa sedih, kan?” Mengaitkan pengalaman mereka dengan perasaan orang lain membantu mereka mengembangkan empati.
i. Ajarkan untuk Menggunakan Kata-Kata Positif dalam Berinteraksi
Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan dan pendapat dengan kata-kata yang baik. Misalnya, ajarkan anak untuk berkata, “Kamu boleh main setelah aku selesai,” daripada langsung merebut mainan. Latihan ini mendorong mereka untuk lebih memahami kebutuhan orang lain dan bekerja sama dalam bermain.
j. Latih Anak Menyelesaikan Konflik secara Empatik
Ajarkan anak cara menyelesaikan konflik dengan mempertimbangkan perasaan teman. Misalnya, saat ada perselisihan, dorong mereka untuk mendengarkan teman dan mencoba mencari solusi bersama. Ajarkan mereka untuk berkata, “Aku ingin main juga, tapi bagaimana kalau kita bergiliran?” Pendekatan ini mengajarkan anak bahwa memahami perasaan orang lain bisa membantu menyelesaikan masalah.
Dengan pembiasaan, anak-anak akan semakin terbiasa mengenali dan menghargai perasaan orang lain, yang merupakan dasar penting bagi keterampilan sosial mereka di masa depan.